Dalam usia yang kian bertambah, ternyata kedewasaan tidak kunjung mengikuti. Menjelang 10 tahun reformasi dan 100 tahun kebangkitan nasional, kondisi bangsa tercinta ini masih mengalami stagnasi dari beberapa sektor pembangunan, baik pertumbuhan ekonomi makro dan mikro, rekontruksi moral bangsa semenjak gelombang krisis moral era reformasi dan nasib nasionalisme yang kian memudar serta buruknya dunia pendidikan.
Atas himpitan dan keterpurukan kondisi tersebut tentunya, dan akan selalu, yang menjadi korban atas semuanaya adalah rakyat. Terutama mereka yang tertempatkan di posisi ekonomi menengah ke bawah. Ketidakberdayaan atas gilasan dari kekangan dan arogansi pemilik modal di sektor ekonomi membuat mereka semakin termarginalkan dan semakin jauh dari kesejahteraan.
Perubahan nasib, akan selalu mereka dengungkan oleh mereka yang selama ini berada dalam keterbatasan dan kemiskinan. Mereka berusahan mencari harapan baru untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Karena amanah ini adalah hak rakyat yang termaktub dalam konstitusi dasar UUD 1945. Dan menjadi hak dasar yang harus terpenuhi untuk setiap individu.
Salah satu pintu perbaikan nasib dan pengharapan mereka adalah dengan pendidikan. Agar mereka mendaptkan penghidupan yang layak bagi kesejahteraan. Tetapi lagi-lagi, rakyat harus menelan pil pahit dan memendam harapan itu dalam-dalam. Karena pendidikan hanya bisa diakses oleh mereka yang bermodal. Dan bagi masyarakat miskin hanya bisa gigit jari. Kalaupun bisa mengakses hanya untuk kalangan terbatas (dari masyarakat menengah ke bawah) dan dengan kualitas yang jauh dari memdai. Inilah yang menyebabkan mereka termarjinalkan dan secara sengaja menciptakan kemiskinan secara struktural.
Sistem pendidikan yang sekarang gencar digalakkan oleh pemerintah pun tidak berpihak pada rakyat, mulai dari BHMN, BHP dan BLU hanya kedok dan metamorfosis dari komersialisasi dunia pendidikan. Penguasaan dari hegemoni barat (Amerika) yang semakin menggurita di dunia atas negara ketiga dan mengakar kuat di Indonesia.
Bank Dunia beserta antek-anteknya (pemodal asing) melalui investasi (penguasaan) di dunia pendidikan telah nyata keberadaan mereka di dunia pendidikan Indonesia, yang menyebabkan pembiayaan pendidikan semakin melangit.
Mahalnya pendidikan membuat rakyat miskin tercekik erat. Jangankan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan, untuk mencukupi kehidupan pokoknya saja mereka harus berjuang mati-matian. Apalagi dengan harga-harga kebutuhan pokok yang balakangan ini bergejolak mulai merangkak naik.
Keterpurukan ini semakin berlarut-larut karena pemerintah mundur secara teratur untuk berlepas diri dari tanggung jawab atas kewajiban pendidikan yang layak bagi semua rakyat. Alih-alih keterbatasan anggaran dan kebutuhan lain yang lebih mendesak, kewajiban anggaran pendidikan secra optimal tidak pernah terpenuhi. Sehingga semakin jauh harapan untuk bisa dengan mudah mengakses pendidikan dan pendapat pendidikan murah.
Kita sepakat bawasanya, segala pangkal permasalahan yang tengah menjerat bangsa ini adalah bermula dari pendidikan. Karena pendidikan buruklah masyarakat terbodohkan, karena pendidikan buruklah masyarakat termarjinalkan dan atas pendidikan yang buruklah rakyat menjadi mainan. Jawaban atas solusi dari semua permasalahan adalah dengan pendidikan. Dan dengan momentum hari pendidikan nasional, kita menuntut kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dunia pendidikan dari segala sisi agar lebih berpihak kepada rakyat karena pendidikan memang untuk rakyat. Sehingga tercipta keadilan atas akses, dengan kualitas pendidikan yang terbaik. Untuk mewujudkan perbaikan, demi kebangkitan bangsa dan negara Indonesia.
http://smixmalang.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar